Google Translate

Rabu, 01 Februari 2012

Karakteristik wayang kulit, wayang orang, ketoprak, ludruk

Bagi anak SMP 16 surabaya dan semuanya, yang belum ngerjain tugas seni budaya tinggal copy paste dari blog wahyu madya kusuma dan tolong beri tanda jempol

Karakteristik ludruk

Padang Rembulan merupakan suatu wadah apreasiasi sekaligus tempat bersilaturahmi antar pelajar dalam suatu bingkai pertunjukkan kesenian. PadangRembulan ini dibentuk oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jatim, tepatnya dibagian DinasPengembangan Kesenian (Dikbangkes).Padang Rembulan ini terdiri dari siswa siswi dari sekolah negeri maupun swastayang setiap bulan menggelar pagelaran seni seperti wayang orang, ludruk remaja, parademusic, wayang kulit, dan pagelaran tari anak.Acara ini merupakan bentuk pembinaan dan pelestarian kesenian yang dilakukansejak dini, sebagai sarana pembentukan karakter melalui seni budaya yang meliputi tatanilai, norma dan budi pekerti yang sekaligus menumbuhkan nasionalisme pada anak-anak. Namun, perkembangan dunia hiburan di era modern seperti sekarang ini membuatkesenian semacam ini semakin kurang diminati dan kalah bersaing terutama di perkotaan. Dan untuk mengatasi hal ini, pihak Dikbangkes memutuskan untuk selalumengundang secara “paksa” siswa-siswa tersebut. Dikbangkes memberikan undangankepada guru ataupun Kepala Sekolah agar mengajak murid-muridnya untuk datangmenyaksikan pagelaran tersebut.

Kesenian tak lain merupakan representasi dari kebudayaan suatu masyarakat. Tari Bedhoyo yang lemah lembut, misalnya, baik di Keraton Surakarta maupun Yogyakarta sedikit banyak memperlihatkan karakteristik masyarakat daerah tersebut. Masyarakat Solo dan Yogya, seperti yang terlihat pada cara mereka berbahasa Jawa yang sangat halus, juga dalam sepak terjang kesehariannya. Lain lagi jika kita menyaksikan tari Bali. Tari kecak misalnya, yang dipenuhi suasana mistis, akan segera mengingatkan orang akan kepercayaan/agama masyarakat Bali. Kehidupan yang keras dan tantangan alam masyarakat Irian Jaya juga tercermin dalam tarian perang mereka yang begitu ekpresif dan disertai juga dengan teriakan-teriakan. Kesenian yang merupakan ungkapan rasa dan estetika dalam proses berkarya, dapat memberikan gambaran kepada kita untuk memahami sebuah konstruk budaya.
Seperti dikatakan Selo Soemardjan: “Kesenian adalah tidak lain daripada unsur kebudayaan yang lebih bersumber pada rasa, terutama rasa keindahan yang ada pada manusia” (1984: 1).
Di Jawa Timur (terutama Surabaya) terdapat sebentuk kesenian/teater rakyat yang biasa disebut Ludruk. Kesenian Ludruk merupakan artikulasi budaya masyarakat Surabaya. Karateristik masyarakakat surabaya tercermin dalam kesenian Ludruk ini. Kondisi masyarakat yang lugas, blak-blakan dan guyonan yang kasar bahkan terkesan urakan, terefleksi dalam Ludruk. Gambaran tersebut akan memberikan pengertian kepada kita perbedaan yang ada dalam budaya Jawa, antara masyarakat Jawa Timur (Surabaya) dengan masyarakat Jawa Tengah (Surakarta atau Yogyakarta).
Seniman dan budayawan yang bergelut dalam dunia Ludruk selama bertahun-tahun, Henricus Supriyanto, menegaskan bahwa, Ludruk adalah kesenian khas Jawa Timur yang merupakan ekspresi atau gambaran yang menyeluruh tentang masyarakatnya Jatim. Jawa mengenal kultur area, yang membedakan ciri khas masyarakat. Yogya dan Solo dikenal memiliki karakteristik yang halus. “Ini berbeda dengan kultur masyarakat Jawa Timur yang lebih ceplas-ceplos, bahasanya, ekspresif, sering tanpa tedeng aling-aling, main tunjuk hidung bila ada hal yang dipandang merugikan kepentingan orang banyak”. (Henri Supriyanto, Ketawang Gedhe, 1993: 63).
Meskipun di Surabaya banyak kelompok Ludruk besar, namun bukan berarti bahwa Surabaya satu-satunya kota yang mempunyai kesenian Ludruk. Kota Malang dan Jombang merupakan kota-kota di mana Ludruk juga menjamur. Memang tak semujur Ludruk dari Surabaya (Kartolo cs). Kelompok Kartolo cs, di tengah makin beragamnya hiburan ternyata mampu mempertahankan keberadaannya sampai sekarang. Dengan melakukan beberapa strategi baru, seperti menggunakan rekaman kaset dan pertunjukan di televisi, Ludruk Kartolo cs tidak hanya memberikan sebuah tontonan pada masyarakat Surabaya tapi juga masyarakat di luar Surabaya. Ludruk yang dulunya adalah sebuah konsep pertunjukan panggung (disaksikan langsung oleh penonton) kini dengan menggunakan rekaman kaset dan diputar di stasiun radio swasta dan pemerintah di Jawa Timur, Ludruk dapat menjumpai para penggemarnya yang kebanyakan dari masyarakat kalangan bawah tersebut. Dengan strategi itulah keberadaan Ludruk Kartolo cs. tetap menjadi bagian dari masyarakat, meskipun jumlah penggemar Ludruk sendiri makin surut.

Sejarah

Adalah Suripan Sadi Utomo, sastrawan dan budayawan yang pernah melakukan penelusuran terhadap naskah kuno dan kamus kuno untuk mengetahui bagaimana sejarah awal kesenian Ludruk. Pertama-tama berdasarkan kamus Javanansch Nederduitsch Woordenboek oleh J.F.G. Gencke dan T. Roorda, 1847. Buku ini mengalami cetak ulang sampai empat kali, yakni pada tahun 1875, 1886, dan terakhir pada tahun 1901. Pada kamus cetakan keempat tersebut diterangkan makna kata ludruk, yakni bahasa Jawa, tingkat ngoko (kasar) di daerah Jawa Timur yang berarti ‘badut’ (badhut bahasa Jawa, kamus jilid II:113). Sementara W.J.S. Poerwadarminta dalam buku Baoe Sastra Djawa (Kamus Sastra Jawa), tahun 1930, jilid I, menerangkan makna ludruk ialah teledek (penari wanita) dan badhut (pelawak). Untuk menyebut kesenian ini, dikenal pula istilah Lerok. Jadi dalam perkembangannya Ludruk atau Lerok ini mengalami beberapa periode:
Periode Lerok Ngamen. Masa awal ini, Ludruk dirintis oleh Pak Santik, seorang petani kecil yang humoris dari Desa Ceweng, Kecamatan Goda, Kabupaten Jombang. Pada tahun 1907, ia memulai mata pencaharian baru dengan ngamen yang diiringi musik lisan atau musik mulut. Bersama kawannya, Pak Santik sepanjang tahun 1907-1915 ngamen dengan penampilan wajah yang dirias lucu model coretan atau lorek-lorek. Kata lorek inilah yang mengalami variasi ucap menjadi lerok. Sebuah pantun (parikan, bahasa Jawa) yang terkenal dari para pengamen atau Lerok ngamen waktu itu adalah:
keyong nyemplung blumbang
tinimbang nyolong aluwung mbarang
(keong masuk ke kolam
daripada mencuri lebih baik mbarang/ngamen)

Karakteristik wayang kulit

Wayang Kulit Banjar adalah wayang kulit yang berkembang dalam budaya suku Banjar di
Kalimantan Selatan maupun di daerah perantauan suku seperti di Indragiri Hilir.

Sejarah

Masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan , telah mengenal pertunjukan wayang kulit sekitar awal abad ke-XIV. Pernyataan ini diperkuat karena pada kisaran tahun 1300 sampai dengan 1400, dimana Kerajaan Majapahit telah menguasai sebagian wilayah Kalimantan (Tjilik Riwut, 1993), dan membawa serta menyebarkan pengaruh agama Hindu dengan jalan pertunjukan wayang kulit.
Konon pasukan Majapahit yang dipimpin oleh Andayaningrat membawa serta seorang dalang wayang kulit bernama R. Sakar Sungsang lengkap dengan pengrawitnya, pegelaran langsung ( sesuai pakem tradisi Jawa ) yang dimainkannya kurang dapat dinikmati oleh masyarakat Banjar, karena lebih banyak menggunakan repertoar dan ideom-ideom jawa, yang sulit untuk dimengerti masyarakat setempat.
Masa perkembangan agama Islam
Pada saat memudarnya kerajaan Majapahit dan mulai berdirinya kerajaan Islam (1526 M), pertunjukan wayang kulit mulai diadaptasi dengan muatan-muatan lokal yang dipelopori oleh Datuk Toya, penyesuaian itu terus berlangsung sampai abad ke-XVI, perlahan-lahan wayang kulit itu berubah, dan sesuai dengan citra rasa dan estetika masyarakat Banjar.
Bahan dan Bagian Wayang
Bahan untuk membuat wayang kulit di Jawa biasanya adalah kulit/tulang kerbau, mengingat pada saat itu kerbau kurang dibudidayakan, maka bahan untuk membuat wayang kulit Banjar ini berasal dari kulit sapi bahkan adapula yang terbuat dari kulit kambing. Secara umum bentuk dan fostur wayang kulit Banjar relatif lebih kecil apabila dibandingkan dengan wayang kulit yang asal dari Jawa, demikian pula dengan penatahan (ornamen), dan pengecatannya lebih sederhana, mengingat dalam pegelaran wayang kulit Banjar "lebih diutamakan oleh bayangan berdasarkan penglihatan dari belakang layar" , sehingga ornamen, detail dan warna ,kurang terlihat oleh penonton , karena dibatasi oleh layar.

Cerita atau Lakon

Cerita wayang kulit Banjar bersumber dari dua kitab kuno yang berasal dari khasanah Hindu, yaitu Ramayana dan Mahabarata. Selain dari kedua cerita tersebut , dalang wayang kulit Banjar sering pula menampilkan cerita karangan/ gubahan sendiri yang mereka sebut lakon Carang adan dalam perkembangannya lakon Carang inilah yang menjadi primadona masyarakat Banjar. Selain lakon Carang , di Kalimantan Selatan juga berkembang pertunjukan " Wayang Sampir" , nanggap wayang sampir untuk suatu hajat tertentu disebut manyampir, merupakan ritual yang dipimpin oleh dalang untuk mengusir roh-roh jahat yang mengganggu kehidupan manusia, dan biasanya diselenggarakan dalam bentuk pagelaran padat dengan jangka waktu pelaksanaan pada kisaran dua jam dan kemudian dilanjutkan dengan pagelaran biasa.

Karakteristik wayang orang

Wayang orang disebut juga dengan istilah wayang wong (bahasa Jawa) adalah wayang yang dimainkan dengan menggunakan orang sebagai tokoh dalam cerita wayang tersebut. Wayang orang diciptakan oleh Sultan Hamangkurat I pada tahun 1731.
Sesuai dengan nama sebutannya, wayang tersebut tidak lagi dipergelarkan dengan memainkan boneka-boneka wayang (wayang kulit yang biasanya terbuat dari bahan kulit kerbau ataupun yang lain), akan tetapi menampilkan manusia-manusia sebagai pengganti boneka-boneka wayang tersebut. Mereka memakai pakaian sama seperti hiasan-hiasan yang dipakai pada wayang kulit. Supaya bentuk muka atau bangun muka mereka menyerupai wayang kulit (kalau dilihat dari samping), sering kali pemain wayang orang ini diubah/ dihias mukanya dengan tambahan gambar atau lukisan.
Pertunjukkan wayang orang yang masih ada saat ini, salah satunya adalah wayang orang Barata (di kawasan Pasar Senen, Jakarta), Taman Mini Indonesia Indah, Taman
Sriwedari Solo, dan lain-lain

Karakteristik ketoprak

Ketoprak (bahasa Jawa: kethoprak) adalah sejenis seni pentas yang berasal dari Jawa. Dalam sebuah pentasan ketoprak, sandiwara yang diselingi dengan lagu-lagu Jawa, yang diiringi dengan gamelan disajikan.
Tema cerita dalam sebuah pertunjukan ketoprak bermacam-macam. Biasanya diambil dari cerita legenda atau sejarah Jawa. Banyak pula diambil cerita dari luar negeri. Tetapi tema cerita tidak pernah diambil dari repertoar cerita epos (wiracarita): Ramayana dan Mahabharata. Sebab nanti pertunjukkan bukan ketoprak lagi melainkan menjadi pertunjukan wayang orang.
Beberapa tahun terakhir ini, muncul sebuah genre baru; Ketoprak Humor yang ditayangkan di stasiun televisi RCTI. Dalam pentasan jenis ini, banyak dimasukkan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pac-man